Himbauan Dan Fatwa Ulama India Dan Pakistan
ALISTIFTA’ ( Pertanyaan )
Firqah Syiah Imamiyyah Itsna Asyariyah yang terdapat di negara kita ini Kafir atau Islam?. Apakah dibolehkan melakukan pernikahan dengan mereka?. Haram atau halalkah sembelihan mereka?. Bolehkah menyolati jenazah mereka atau mengikutsertakan mereka dalam shalat jenazah kita?. Dan jika ada orang Syiah yang memberikan uang sumbangan untuk pembangunan masjid, diterima atau tidak?
JAWAB
Syiah Imamiyyah Itsna Asyariyah (Rafidhah) jelas-jelas telah keluar dari Islam. Para ulama kita terdahulu, oleh karena mereka tidak mengetahui hakikat Madzhab ini dengan sebenarnya karena disebabkan orang Syiah menyembunyikan Madzhabnya dengan rapi dan buku-buku mereka juga sangat sulit didapat. Maka oleh karena itulah sebagian ulama kita atas dasar kehati-hatian tidak mengkafirkan mereka. Tapi sekarang, buku-buku mereka dapat ditemukan dengan mudah dan hakekat Madzhab ini telah terbuka, oleh karena itu para ulama sepakat mengkafirkannya. Sebab mengingkari ushul-ushul agama, secara terang-terangan adalah kafir. Dan Alquran termasuk salah satu ushul agama yang mempunyai derajat dan maqam yang paling tinggi.
Dan Syiah tanpa ikhtilaf (sepakat) baik itu ulama mutaqaddimin dan mutaakhhirin mereka semuanya mengakui aqidah tahrif Quran (ketidak aslian Al Quran). Dan di dalam buku-buku mu’tabar mereka terdapat lebih dari 2000 riwayat tahrif Quran. Yang mana di dalamnya disebutkan lima macam bentuk tahrif Quran. I. Tambahan dan pengurangan. II. Perubahan kata. III. Perubahan huruf. IV. Kerusakan susunannya. V. Dan juga kerusakan susunan surat, ayat dan kalimat.
Dengan kelima macam riwayat ini, para ulama mereka mengatakan “Bahwa riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat mutawatir dan dengan sharih (terang dan jelas) menunjukkan kepada maksud tahrif Quran. Dan sesuai riwayat-riwayat ini mereka ber’itiqad (tahrif Quran). Sejak para pencetus Madzhab ini meletakkan dasar Madzhab ini sampai sekarang telah berlalu tiga generasi / priode.
Dalam priode pertama tidak ada satu ulama Syiah-pun yang mengatakan kesempurnaan Alquran dan tidak adanya tahrif di dalam Alquran. Kecuali dalam priode kedua, hanya ada empat orang ulama saja yang dengan kedok taqiah (dusta) mengakui kesempurnaan dan keaslian Alquran. Pertama Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Musa bin Babawaih 381 H. Kedua Syarif Murtadha Abul Qasim Ali bin Husain bin Musa Baghdadi 436 H. Ketiga Syaikh Thaifah Abu Ja’far Muhamad bin Ali Thusi 460 H. Keempat Abu Ali Tibrisi Aminudin Fadhl bin Husain bin Fadhl 548H.
Yakni, dari kurun kedua 381 H sampai 548 H hanya empat orang saja yang mengakui tidak adanya tahrif di dalam Alquran. Oleh karena ucapan mereka tidak didasari oleh dalil dan bertentangan dengan riwayat-riwayat mutawatir, maka ulama ulama Syiah yang berada dalam kurun kedua telah menentang dan menolak pendapat mereka. Untuk mengetahui permasalahan ini dengan mendalam, silahkan rujuk buku saya “Tanbihul Haairin” dan “Alawalu minal Ma’tiin”.
Allamah Bahrul Ulum Faranggi pada awalnya memfatwakan keIslaman Syiah. Tapi setelah beliau membaca Tafsir Majma’ul Bayan, beliau sadar bahwa Syiah mengakui aqidah tahrif Alquran. Maka dari itu di dalam bukunya Fawatihul Ramhat syarah Muslim beliau memberi fatwa kafir bagi Syiah. Beliau menulis “Barang siapa yang mengakui di dalam Alquran terdapat tahri (perubahan)f, maka ia telah kafir. Kesimpulannya kekufuran Syiah bukan hanya disebabkan aqidah tahri sajaf, tetapi didasari oleh sebab-sebab kufur lainnya. Seperti aqidah Bada’,memfitnah sayidah Aisyah dan lain-lain.
Oleh sebab itu, tidak dibolehkan melakukan pernikahan dengan Syiah, sembelihan mereka haram dimakan, sumbangan mereka tidak boleh diambil. Secara syar’i tidak dibolehkan menyolati jenazah mereka dan mengikut sertakan mereka dalam menyolati jenazah umat Islam. Kalau anda mau tahu, mereka ini sebenarnya di dalam shalat jenazah muslim berdoa buruk bagi si mayyit.
Oleh: Allamah Muhammad Abdus Syukur Faruqi .
Madrasah Darul Muballighin Locknow.
Dengan mengingkari ke-shahabah-an Abu Bakar ra, memfitnah Aisyah ra. serta mengkafirkannya, Syiah telah kafir. Allamah Ibnu Abidin rah. menulis “Tidak diragukan lagi pengkafiran bagi orang yang memfitnah Aisyah ra. dan mengingkari Abu Bakar ra. sebagai sahabat.” (Syamii 3:294). Di tempat lain beliau juga menulis di dalam kitabnya ini bahwa Syiah murtad dan wajib dibunuh. (Syamii 2:683). Barang siapa yang mengakui bahwa terdapat tahrif di dalam Kalamullah, maka orang tersebut telah murtad dan kafir. Haram melakukan pernikahan dan berhubungan dengan mereka. Sebagaimana Allah berfirman “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.”(Almujadalah 22). Oleh karna itu, tidak dibolehkan mengikut sertakan mereka dalam jenazah kita dan dalam selamat maupun ta’ziyah. Dengan beraqidah seperti ini, Syiah bukan saja kafir tapi Akfar (Lebih kafir dari golongan kafir lainnya).
Maulana Riyadhud Din. Mufti Darul Ulum Deoband. 19 safar 1348 H
Syiah mempunyai berbagai kelompok-kelompok. Dan aqidah-aqidah mereka yang bermacam-macam dan sangkaan-sangkaan mereka adalah batil. Ada sebagian mereka yang wajib dikafirkan seperti Syiah Imamiyyah Itsna Asy’ariyah. Haram menikah dengan mereka. Bahkan wajib memboikot mereka dalam segala kegiatan-kegiatan Islam.
Maulana Muhammad I’jaz Ali.
Ustad fiqh dan adab Darul Ulum Deoband.
Jawaban jawaban diatas juga dibenarkan oleh para Ulama, diantaranya:
Ø Jawabannya benar. Maulana Hamid Hasan. Ustad Darul Ulum Deoband.
Ø Jawabannya benar. Maulana Mas’ud Ahmad. Ustad Darul Ulum Deoband.
Ø Jawabannya benar. Maulana Muhammad Syafi’. Ustad Darul Ulum Deoband.
Ø Jawabannya benar. Maulana Muhammad Rasul Khan. Ustad Darul Ulul Deoband.
Ø Jawabannya benar. Maulana Muhammad Ashgar Ali. Ustad Darul Ulum Deoband.
Ø Jawabannya benar. Maulana Khalil Ahmad.Profesor Hadist Mazahirul Ulum Sharanpur.
Ø Barang Siapa yang mempunyai aqidah seperti itu, jelas-jelas orang tersebut kafir dan murtad. Syaikhul Hadist Syaid Husein Ahmad Madani. Rektor Darul Ulum deoband.
Ø Dengan jawaban yang diberikan Maulana abdus Syukkur tadi, tidak diragukan lagi bahwa setiap kelompok atau orang yang mengakui tahrif Quran telah kafir. Abu Tahir Zuhur Ahmad. Ustad dan mufti madrasah Faruqiyah Locknow.
Ø Saya telah membaca buku Allamah Locknowi Tanbihul Haairiin dan Awalul minal Ma’tamin. Yang mana saya menjadi yakin bahwa Syiah mengakui tahrif Quran. Dan barang siapa yang mengakuinya maka secara ijma’ orang itu telah kafir. Muhammad Asbath. Ustad Faruqiyah locknow.
Ø Benar apa yang dijawab oleh Allamah Locknowi (gelar bagi maulana Abdus Syukkur), bahwa orang yang mengakui aqidah tahrif maka ia telah kafir. Tidak ada keraguan lagi dalam kekafiran Syiah. Maulana Muhammmad Churagh. Ustad Anwarul Ulum.
Ø Bedasarkan aqidah yang dimiliki Syiah, mereka telah keluar dari Islam dan kafir. Oleh karena itu, wajib bagi ummat Islam untuk tidak menjalin hubungan dengan mereka dalam setiap kegiatan agama, seperti nikah, memakan sembelihan mereka, menyolati jenazah mereka, mengikutsertakan mereka dalam jenazah kita. Menjadikan mereka sebagai saksi dalam nikah, dan mengambil sumbangan dari mereka untuk membangun masjid. Dan barang siapa yang tidak melaksanakannya, maka diapun telah murtad dan kafir seperti mereka. Wallahu’alam. Maulana Mas’ud Ahmad. Naib mufti Darul Ulum Deoband.
Ø Syiah jelas-jelas kafir. Karena selain mereka memfitnah Aisyah ra. dan mencaci maki Syaikhain (Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhum), mereka juga mengakui aqidah tahrif Alquran, sebagaimana yang terdapat di dalam buku-buku mereka. Mufti a’zam Hind. Maulana Kifayatullah Dahlawi.
TAMBAHAN I
Kekufuran dan murtad Syiah dapat dilihat dari segi :
Pertama aqidah tahrif Quran. Yang mana seluruh Syiah baik yang terdahulu dan sekarang, Imam Ma’sum dan yang tidak ma’sum sepakat mengakuinya. “Pengikut Imamah baik yang terdahulu maupun yang kontemporer berpendapat bahwa Alquran telah mengalami pengurangan, penambahan yang tidak termasuk Alquran. Dan banyak sekali bagian yang dikurangi, dan begitu juga banyak sekali bagian-bagiannya yang ditambahi.” (Almilal wan Nihal).
Oleh karena itu, secara Ijma’ Syiah kafir. Imam Qadhi ‘Iyadh Maliki menulis “Barang siapa mengingkari Alquran, atau menganggap terdapat tahrif di dalamnya, telah dirubah dan telah ditambahi di dalamnya, orang tersebut kafir.” (Syifa Qadhi Hal 264). Allamah Bahrul Ulum Locknowi menulis “Orang yang mengakui tahrif Alquran kafir.” (Fawatihul Ramhat 617). Mulla Ali Qari dalam bukunya Syarah Fiqh Akbar Hal 205 menulis “Barang siapa yang meragukan Alquran baik itu seluruhnya atau satu surat atau satu ayatnya telah kafir.”.
Imam Ulama Allama Abdul Qadir Jailani setelah menjelaskan aqidah kufur Syiah seperti tahrif Quran, Ishma Imam (kema’suman imam), penghinaan terhadap Malaikat dan yang lainnya, mengatakan bahwa mereka telah keluar dari Islam dan Iman serta kafir. (Ghaniatut Thalibin hal 320). Penulis Ahsanul Fatawa menulis “Rawafidh yang berada di negara kita ini jelas-jelas telah keluar dari Islam. Karena mereka mengakui aqidah tahrif Quran. Menurut mereka tahrif Quran terbukti dari riwayat mutawatir yang jumlahnya lebih dari 2000, yang secara sharih terdapat di dalam buku-buku mu’tabar mereka. (Ahsanul Fatawa Hal 296).
Inilah buku-buku mu’tabar Syiah yang dengan jelas membuktikan kekurangan dan ketidak aslian Alquran:
Usul Kafi – musuh Allah Muhammad bin Ya’qub Kulaini wafat 329 H.
Tafsir Qummi – musuh Allah Ali bin Ibrahim Qummi kurun ketiga/keempat.
Rijal Kasyi – musuh Allah Abdul Aziz Kasyi kurun IV.
Tafsir Shafi – musuh Allah Mulla Muhsin Kasyimi kurun III/IV.
Ihtijaj Tibrisi – musuh Allah Syaikh Ahmad Tibrisi kurun IV.
Tafsir ‘Iyashi – musuh Allah Syaikh Abbas. Kurun III/IV.
Anwar Nu’maniyah – musuh Allah Syaid Ni’matullah Jaza’iry 1089 H.
Shafi syarah U.Kafi – musuh Allah Khalil Quzwaini 1089 H.
Mir’atul Uqul Syarah Kafi – musuh Allah Mulla Baqir Majlisi 1101 H.
Fashl Khitab fi tahrifi kitabi rabbil Arbab–Husain Nuri Taqy Tibrisi 1298H
PERHATIAN
Walaupun Syaikh Shaduq, Syarif Murtadha, Abu Ja’far Thusi dan Abu Ali Tibrisi keempat ulama ini mengakui keaslian dan kesempurnaan Alquran, tidaklah dapat membersihkan Syiah dari lobang kekufuran. Alasannya pertama, karena mereka tidak ada memberikan satu riwayatpun dari Imam ma’sum untuk menguatkan pendapat mereka. Hanya dengan cara taqiah saja mereka menipu umat Islam dengan mengakui keaslian dan kesempurnaan. Kedua, karena mereka tidak memberi fatwa kafir terhadap ulama-ulama mereka yang jelas-jelas mengakui kekurangan dan kepalsuan Alquran. Tidak ada satu ulama mutaqaddimin yang sepaham dengan mereka (Fashl Khitab halaman : 32) begitu juga dengan ulama mutaakhirin (Fashl Khitab halaman : 34).
Dalam buku Anwar Nu’maniyah Syaid Ni’matullah mengatakan bahwa riwayat-riwayat tahrif ini berjumlah lebih dari 2000 (Fahsl Khitab halaman : 227). Dan riwayat yang lebih dari dua ribu ini menurut imamiyah adalah mustafidh bahkan mutawatir. (Fashl Khitab hal : 30). Dan riwayat tersebut tanpa kesamaran/ibham jelas-jelas menunjukkan kepada tahrif Alquran. (Fashl Khitab). dan riwayat-riwayat itu tidak kalah banyaknya dari riwayat-riwayat masalah imamiyah. (Fashl Khitab hal : 339).
1. Menurut Syiah hanya Ali ra. saja lah yang mengumpulkan Alquran, yang mana ayatnya berjumlah tujuh belas ribu. (Usul Kafi halaman : 671). Sedangkan yang terdapat di dalam Alquran sekarang ayatnya berjumlah 6136 (F.Khitab halaman : 104). Yang maksudnya para Sahabat radhiallahu ‘anhum telah mengeluarkan dari dalam Alquran lebih kurang 1064 ayat. ma’azallah. Dan sekarang orang Syiah tidak mempunyai Alquran asli, karena berabad-abad lamanya bersama Imam Mahdi. (Fashl Khitab halaman : 81).
PERTANYAAN KEPADA SELURUH ULAMA SYIAH
Jika kalian beriman terhadap kesempurnaan dan keaslian Alquran. Maka tolong anda beritahu bagaimana pendapat anda terhadap ulama-ulama dan mujtahidin Syiah khususnya yang dibawah ini yang jelas-jelas mengakui aqidah tahrif Quran. Kafir atau mukmin?.
Muhammad Ya’qub Kulaini – Syaikh Mufid – mufasir ‘Iyasyi – Syaikh Ahmad Tibrisi – Mirza ‘Alauddin – Abdul Aziz Kasyi – Mulla Baqir Majlisi – Khalil Quzwaini – ma’sum Husain bin Ruh Naubakhti dan yang lainnya. Tolong dijelaskan sejelas-jelasnya???
Kedua. Aqidah kufur Syiah yaitu bahwa Allah Swt. melakukan bada’. Yakni Ilmu Allah Swt. selalu berubah-ubah dan berganti-ganti, karena Allah Swt. tidak mengetahui hasil dari segala perkara. Ma’azallah. Penulis Ushul Kafi banyak sekali memberitakan riwayat-riwayat semacam ini. Bahkan ia menjadikan riwayat-riwayat itu dalam satu bab yang dinamakan “Babul Bada’”. Dinukilkan dari Imam Ali Ridha “Tidaklah Allah Swt. mengutus seorang nabi tanpa disertai pengharaman khamar dan pengakuan Allah Swt. (mengenai Dirinya) dengan bada’. (Ushul Kafi halaman : 56).
Aqidah kufur Ketiga. Adalah penghinaan kepada Syaikhain ra. dan fitnah terhadap Siti Aisyah ra. Oleh karena itu para penulis buku Fatawa Alamghiri (dikumpulkan pada masa kerajaan Aurang Zaib yang ditanda tangani lebih dari 500 ulama terkemukan yang ada di Hindustan. Dan Syaikh Abdur Rahman –ayahnya syaikh Waliyullah Dahlawi- adalah ulama yang ikut menandatangani buku tersebut) menulis “Orang Syiah jika menghina Syaikhain ra. dan melaknat keduanya, maka mereka kafir. Begitu juga bagi orang yang mengingkari khilafat Abu Bakar ra.. Begitu juga bagi orang yang mengingkari khilafat Umar ra. menurut pendapat yang paling shahih.” (Fatawa Alamghiri jilid : 2 halaman : 114, Syami jilid : 3, halaman : 294). “Tidak diragukan lagi kekafiran bagi orang yang memfitnah Aisyah ra. dan mengingkari khilafat Abu Bakar ra.” (Radul Mukhtar jilid:3 halaman : 406).
Mengkafirkan Syiah hukumnya wajib. Sebagaimana yang termaktub dalam Fatawa Alamghiri “Wajib mengkafirkan Rawafidh, dan begitu juga orang-orang yang keluar dari millat Islam dan hukum mereka sama seperti murtad.” Bahkan jika ada orang yang tidak mengkafirkan mereka, ia sendiri yang kafir seperti mereka. “Barang siapa yang bertawaqquf mengenai kekafiran Syiah, maka ia juga kafir seperti mereka.” (‘Uqud jilid : 1 halaman : 92).
Aqidah kufur keempat. Adalah tentang Ishmahnya para Imam yang 12. padahal selepas Rasulullah saw, jangankan 12 imam, orang-orang yang lebih tinggi derajatnya dari mereka seperti Syaikhain ra. dan ummul mukminin ra. saja tidak ada yang ma’sum. “Tidaklah ada selepas Rasulullah saw. manusia yang ma’sum dari kesalahan. Dan kami umat Islam tidak akan mengakui kema’suman sesorangpun setelah Rasulullah saw. Dan seluruh orang yang mendakwakan kema’suman terhadap diri seseorang setelah Rasulullah saw, maka orang tersebut adalah kadzzab, Dajjal, bahkan kafir.” Tapi anehnya ada sebagian ulama Sunni yang mengatakan Syiah tidaklah mengingkari aqidah Khaatm nubuwwat. Mengenai masalah yang sepele seperti ini saja mereka tidak paham, bahwa Syiah secara terang-terangan menafikan aqidah Khaatm Nubuwwat serta termasuk pengkhianat. Sebagaimana yang dinyatakan Syah Waliyullah Muhaddist Dahlawi dalam Tafhimat Ilahiya halaman : 244
Oleh Maulana Muhammad Umri Faruqi Nu’mani.
Ustad Darul Muballighin Locknowi.
TAMBAHAN II
Sesungguhnya Rawafidh bukanlah termasuk golongan muslimin. (Alfashl jilid : 2 halaman : 78. Ibnu Hazm). Tidak ada hak bagi Syiah di dalam kelompok Islam. (Syifa Qadhi Iyadh). Secara ijma’ mereka kafir. Tidak ada pertentangan di dalamnya. (Mazahir Haq jilid : 4, halaman : 84). Syaikh Muhammad bin Yusuf, Syaikh Ahmad bin Yunus, Imam Abdullah bin Idris wafat 192 H. Semuanya sepakat di dalam pengkafiran Syiah. (Sharimul Maslul Halaman : 575. Ibnu Taimiyah).
Rasulullah saw. bersabda “Akan muncul di akhir zaman nanti suatu kaum, yang menamai golongan mereka dengan Rafdhah.” (Musnad Ahmad 1:103). “Akan datang setelahku nanti satu kaum yang menyebut diri mereka dengan Rafdhah. Jika kalian menjumpainya bunuhlah. Karena mereka musyrik. Dan mereka menghina Abu bakar ra. dan Umar ra. Dan barang siapa yang menghina Sahabatku, baginyalah laknat Allah Swt., malaikat dan seluruh manusia. (Daruquthni). “Akan datang satu kaum yang menghina dan merendahkan para Sahabat ra. Janganlah duduk dengan mereka, memberi makan dan minum mereka. Dan janganlah menikahkan mereka dan menikah dengan mereka. Janganlah shalat bersama mereka, dan janganlah menyolati mereka. Dibolehkan melaknat mereka. (Ghaniyatut Thalibin. Halaman : 179. mukaddimatul Awashim Halaman : 24.)
Oleh Maulana Abbas Ahmad.
Mujtahid Darul Muballighin Locknowi’e.
Demikian telah kami sampaikan himbauan dan fatwa-fatwa dari para ulama India dan Pakistan, semoga dapat membantu pembaca dalam mengambil sikap terhadap Syi’ah Imamiyyah Itsnaasyariyyah atau yang sekarang menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul Bait.
Tuesday, September 9, 2008
Syi'ah sesat (part 1)
IMAM MALIK
االامام مالك
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سمعت أبا عبد الله يقول :
قال مالك : الذى يشتم اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم
ليس لهم اسم او قال نصيب فى الاسلام.
( الخلال / السن: ۲،٥٥٧ )
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, katanya : Saya mendengar Abu Abdulloh berkata, bahwa Imam Malik berkata : “Orang yang mencela sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam”
.
( Al Khalal / As Sunnah, 2-557 )
Begitu pula Ibnu Katsir berkata, dalam kaitannya dengan firman Allah surat Al Fath ayat 29, yang artinya :
“ Muhammad itu adalah Rasul (utusan Allah). Orang-orang yang bersama dengan dia (Mukminin) sangat keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka, engkau lihat mereka itu rukuk, sujud serta mengharapkan kurnia daripada Allah dan keridhaanNya. Tanda mereka itu adalah di muka mereka, karena bekas sujud. Itulah contoh (sifat) mereka dalam Taurat. Dan contoh mereka dalam Injil, ialah seperti tanaman yang mengeluarkan anaknya (yang kecil lemah), lalu bertambah kuat dan bertambah besar, lalu tegak lurus dengan batangnya, sehingga ia menakjubkan orang-orang yang menanamnya. (Begitu pula orang-orang Islam, pada mula-mulanya sedikit serta lemah, kemudian bertambah banyak dan kuat), supaya Allah memarahkan orang-orang kafir sebab mereka. Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk orang-orang yang beriman dan beramal salih diantara mereka”.
Beliau berkata : Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik, beliau mengambil kesimpulan bahwa golongan Rofidhoh (Syiah), yaitu orang-orang yang membenci para sahabat Nabi SAW, adalah Kafir.
Beliau berkata : “Karena mereka ini membenci para sahabat, maka dia adalah Kafir berdasarkan ayat ini”. Pendapat tersebut disepakati oleh sejumlah Ulama.
(Tafsir Ibin Katsir, 4-219)
Imam Al Qurthubi berkata : “Sesungguhnya ucapan Imam Malik itu benar dan penafsirannya juga benar, siapapun yang menghina seorang sahabat atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan seru sekalian alam dan membatalkan syariat kaum Muslimin”.
(Tafsir Al Qurthubi, 16-297).
IMAM AHMAD
الامام احمد ابن حمبل
:
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سألت ابا عبد الله عمن يشتم
أبا بكر وعمر وعائشة ؟ قال: ماأراه على الاسلام
.
( الخلال / السنة : ۲، ٥٥٧)
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, ia berkata : “Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar dan Aisyah? Jawabnya, saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam”.
( Al Khalal / As Sunnah, 2-557).
Beliau Al Khalal juga berkata : Abdul Malik bin Abdul Hamid menceritakan kepadaku, katanya: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata : “Barangsiapa mencela sahabat Nabi, maka kami khawatir dia keluar dari Islam, tanpa disadari”.
(Al Khalal / As Sunnah, 2-558).
Beliau Al Khalal juga berkata :
وقال الخلال: أخبرنا عبد الله بن احمد بن حمبل قال : سألت أبى عن رجل شتم رجلا
من اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم فقال : ما أراه على الاسلام
(الخلال / السنة : ۲،٥٥٧)
“ Abdullah bin Ahmad bin Hambal bercerita pada kami, katanya : “Saya bertanya kepada ayahku perihal seorang yang mencela salah seorang dari sahabat Nabi SAW. Maka beliau menjawab : “Saya berpendapat ia bukan orang Islam”.
(Al Khalal / As Sunnah, 2-558)
Dalam kitab AS SUNNAH karya IMAM AHMAD halaman 82, disebutkan mengenai pendapat beliau tentang golongan Rofidhoh (Syiah) :
“Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari sahabat Muhammad SAW dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya, kecuali hanya empat orang saja yang tidak mereka kafirkan, yaitu Ali, Ammar, Migdad dan Salman. Golongan Rofidhoh (Syiah) ini sama sekali bukan Islam.
AL BUKHORI
الامام البخارى
.
قال رحمه الله : ماأبالى صليت خلف الجهمى والرافضى
أم صليت خلف اليهود والنصارى
ولا يسلم عليه ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم
.
( خلق أفعال العباد :١٢٥)
Iman Bukhori berkata : “Bagi saya sama saja, apakah aku sholat dibelakang Imam yang beraliran JAHM atau Rofidhoh (Syiah) atau aku sholat di belakang Imam Yahudi atau Nasrani. Dan seorang Muslim tidak boleh memberi salam pada mereka, dan tidak boleh mengunjungi mereka ketika sakit juga tidak boleh kawin dengan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai saksi, begitu pula tidak makan hewan yang disembelih oleh mereka.
(Imam Bukhori / Kholgul Afail, halaman 125).
AL FARYABI
الفريابى :
روى الخلال قال : أخبرنى حرب بن اسماعيل الكرمانى
قال : حدثنا موسى بن هارون بن زياد قال: سمعت الفريابى ورجل يسأله عمن شتم أبابكر
قال: كافر، قال: فيصلى عليه، قال: لا. وسألته كيف يصنع به وهو يقول لا اله الا الله،
قال: لا تمسوه بأيديكم، ارفعوه بالخشب حتى تواروه فى حفرته.
(الخلال/السنة: ۲،٥٦٦)
Al Khalal meriwayatkan, katanya : “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail Al Karmani, katanya : “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami : “Saya mendengar Al Faryaabi dan seseorang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya : “Dia kafir”. Lalu ia berkata : “Apakah orang semacam itu boleh disholatkan jenazahnya ?”. Jawabnya : “Tidak”. Dan aku bertanya pula kepadanya : “Mengenai apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh?”. Jawabnya : “Janganlah kamu sentuh jenazahnya dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu turunkan ke liang lahatnya”.
(Al Khalal / As Sunnah, 6-566)
.
AHMAD BIN YUNUS
Beliau berkata : “Sekiranya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang dan seorang Rofidhi (Syiah) juga menyembelih seekor binatang, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi dan aku tidak mau makan sembelihan si Rofidhi (Syiah), sebab dia telah murtad dari Islam”.
(Ash Shariim Al Maslul, halaman 570).
ABU ZUR’AH AR ROZI
أبو زرعة الرازى.
اذا رأيت الرجل ينتقص أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم
فاعلم أنه زنديق، لأن مؤدى قوله الى ابطال القران والسنة.
( الكفاية : ٤٩)
Beliau berkata : “Bila anda melihat seorang merendahkan (mencela) salah seorang sahabat Rasulullah SAW, maka ketahuilah bahwa dia adalah ZINDIIG. Karena ucapannya itu berakibat membatalkan Al-Qur'an dan As Sunnah”.
(Al Kifayah, halaman 49).
ABDUL QODIR AL BAGHDADI
Beliau berkata : “Golongan Jarudiyah, Hisyamiyah, Jahmiyah dan Imamiyah adalah golongan yang mengikuti hawa nafsu yang telah mengkafirkan sahabat-sahabat terbaik Nabi, maka menurut kami mereka adalah kafir. Menurut kami mereka tidak boleh di sholatkan dan tidak sah berma’mum sholat di belakang mereka”.
(Al Fargu Bainal Firaq, halaman 357).
Beliau selanjutnya berkata : “Mengkafirkan mereka adalah suatu hal yang wajib, sebab mereka menyatakan Allah bersifat Al Bada’
IBNU HAZM
Beliau berkata : “Salah satu pendapat golongan Syiah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah, bahwa Al-Qur'an sesungguhnya sudah diubah”.
Kemudian beliau berkata : ”Orang yang berpendapat bahwa Al-Qur'an yang ada ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan mendustakan Rasulullah SAW”.
(Al Fashl, 5-40).
ABU HAMID AL GHOZALI
Imam Ghozali berkata : “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar Rodhialloh Anhuma, maka berarti ia telah menentang dan membinasakan Ijma kaum Muslimin. Padahal tentang diri mereka (para sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain”.
Kemudian kata beliau : “Bilamana riwayat yang begini banyak telah sampai kepadanya, namun ia tetap berkeyakinan bahwa para sahabat itu kafir, maka orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan Rasulullah. Sedangkan orang yang mendustakan satu kata saja dari ucapan beliau, maka menurut Ijma’ kaum Muslimin, orang tersebut adalah kafir”.
(Fadhoihul Batiniyyah, halaman 149).
AL QODHI IYADH
Beliau berkata : “Kita telah menetapkan kekafiran orang-orang Syiah yang telah berlebihan dalam keyakinan mereka, bahwa para Imam mereka lebih mulia dari pada para Nabi”.
Beliau juga berkata : “Kami juga mengkafirkan siapa saja yang mengingkari Al-Qur'an, walaupun hanya satu huruf atau menyatakan ada ayat-ayat yang diubah atau ditambah di dalamnya, sebagaimana golongan Batiniyah (Syiah) dan
Syiah Ismailiyah”.
(Ar Risalah, halaman 325).
AL FAKHRUR ROZI
Ar Rozi menyebutkan, bahwa sahabat-sahabatnya dari golongan Asyairoh mengkafirkan golongan Rofidhoh (Syiah) karena tiga alasan :
Pertama: Karena mengkafirkan para pemuka kaum Muslimin (para sahabat Nabi). Setiap orang yang mengkafirkan seorang Muslimin, maka dia yang kafir. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW, yang artinya : “Barangsiapa berkata kepada saudaranya, hai kafir, maka sesungguhnya salah seorang dari keduanya lebih patut sebagai orang kafir”.
Dengan demikian mereka (golongan Syiah) otomatis menjadi kafir.
Kedua: “Mereka telah mengkafirkan satu umat (kaum) yang telah ditegaskan oleh Rasulullah sebagai orang-orang terpuji dan memperoleh kehormatan (para sahabat Nabi)”.
Ketiga: Umat Islam telah Ijma’ menghukum kafir siapa saja yang mengkafirkan para tokoh dari kalangan sahabat.
(Nihaayatul Uguul, Al Warogoh, halaman 212).
IBNU TAIMIYAH
Beliau berkata : “Barangsiapa beranggapan bahwa Al-Qur'an telah dikurangi ayat-ayatnya atau ada yang disembunyikan, atau beranggapan bahwa Al-Qur'an mempunyai penafsiran-penafsiran batin, maka gugurlah amal-amal kebaikannya. Dan tidak ada perselisihan pendapat tentang kekafiran orang semacam ini”
Barangsiapa beranggapan para sahabat Nabi itu murtad setelah wafatnya Rasulullah, kecuali tidak lebih dari sepuluh orang, atau mayoritas dari mereka sebagai orang fasik, maka tidak diragukan lagi, bahwa orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan penegasan Al-Qur'an yang terdapat di dalam berbagai ayat mengenai keridhoan dan pujian Allah kepada mereka. Bahkan kekafiran orang semacam ini, adakah orang yang meragukannya? Sebab kekafiran orang semacam ini sudah jelas....
(Ash Sharim AL Maslul, halaman 586-587).
SYAH ABDUL AZIZ DAHLAWI
Sesudah mempelajari sampai tuntas mazhab Itsna Asyariyah dari sumber-sumber mereka yang terpercaya, beliau berkata : “Seseorang yang menyimak aqidah mereka yang busuk dan apa yang terkandung didalamnya, niscaya ia tahu bahwa mereka ini sama sekali tidak berhak sebagai orang Islam dan tampak jelaslah baginya kekafiran mereka”.
(Mukhtashor At Tuhfah Al Itsna Asyariyah, halaman 300).
MUHAMMAD BIN ALI ASY SYAUKANI
Perbuatan yang mereka (Syiah) lakukan mencakup empat dosa besar, masing-masing dari dosa besar ini merupakan kekafiran yang terang-terangan.
Pertama : Menentang Allah.
Kedua : Menentang Rasulullah.
Ketiga : Menentang Syariat Islam yang suci dan upaya mereka untuk melenyapkannya.
Keempat : Mengkafirkan para sahabat yang diridhoi oleh Allah, yang didalam Al-Qur'an telah dijelaskan sifat-sifatnya, bahwa mereka orang yang paling keras kepada golongan Kuffar, Allah SWT menjadikan golongan Kuffar sangat benci kepada mereka. Allah meridhoi mereka dan disamping telah menjadi ketetapan hukum didalam syariat Islam yang suci, bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah kafir, sebagaimana tersebut di dalam Bukhori, Muslim dan lain-lainnya.
(Asy Syaukani, Natsrul Jauhar Ala Hadiitsi Abi Dzar, Al Warogoh, hal 15-16)
PARA ULAMA SEBELAH TIMUR SUNGAI JAIHUN
Al Alusi (seorang penulis tafsir) berkata : “Sebagian besar ulama disebelah timur sungai ini menyatakan kekafiran golongan Itsna Asyariyah dan menetapkan halalnya darah mereka, harta mereka dan menjadikan wanita mereka menjadi budak, sebab mereka ini mencela sahabat Nabi SAW, terutama Abu Bakar dan Umar, yang menjadi telinga dan mata Rasulullah SAW, mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, menuduh Aisyah Ummul Mukminin berbuat zina, padahal Allah sendiri menyatakan kesuciannya, melebihkan Ali r.a. dari rasul-rasul Ulul Azmi. Sebagian mereka melebihkannya dari Rasulullah SAW dan mengingkari terpeliharanya Al-Qur'an dari kekurangan dan tambahan”.
(Nahjus Salaamah, halaman 29-30).
Demikian telah kami sampaikan fatwa-fatwa dari para Imam dan para Ulama yang dengan tegas mengkafirkan golongan Syiah yang telah mencaci maki dan mengkafirkan para sahabat serta menuduh Ummul mukminin Aisyah berbuat serong, dan berkeyakinan bahwa Al-Qur'an yang ada sekarang ini tidak orisinil lagi (Mukharrof). Serta mendudukkan imam-imam mereka lebih tinggi (Afdhol) dari para Rasul.
Semoga fatwa-fatwa tersebut dapat membantu pembaca dalam mengambil sikap tegas terhadap golongan Syiah.
“Yaa Allah tunjukkanlah pada kami bahwa yang benar itu benar dan jadikanlah kami sebagai pengikutnya, dan tunjukkanlah pada kami bahwa yang batil itu batil dan jadikanlah kami sebagai orang yang menjauhinya.”
االامام مالك
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سمعت أبا عبد الله يقول :
قال مالك : الذى يشتم اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم
ليس لهم اسم او قال نصيب فى الاسلام.
( الخلال / السن: ۲،٥٥٧ )
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, katanya : Saya mendengar Abu Abdulloh berkata, bahwa Imam Malik berkata : “Orang yang mencela sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam”
.
( Al Khalal / As Sunnah, 2-557 )
Begitu pula Ibnu Katsir berkata, dalam kaitannya dengan firman Allah surat Al Fath ayat 29, yang artinya :
“ Muhammad itu adalah Rasul (utusan Allah). Orang-orang yang bersama dengan dia (Mukminin) sangat keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka, engkau lihat mereka itu rukuk, sujud serta mengharapkan kurnia daripada Allah dan keridhaanNya. Tanda mereka itu adalah di muka mereka, karena bekas sujud. Itulah contoh (sifat) mereka dalam Taurat. Dan contoh mereka dalam Injil, ialah seperti tanaman yang mengeluarkan anaknya (yang kecil lemah), lalu bertambah kuat dan bertambah besar, lalu tegak lurus dengan batangnya, sehingga ia menakjubkan orang-orang yang menanamnya. (Begitu pula orang-orang Islam, pada mula-mulanya sedikit serta lemah, kemudian bertambah banyak dan kuat), supaya Allah memarahkan orang-orang kafir sebab mereka. Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuk orang-orang yang beriman dan beramal salih diantara mereka”.
Beliau berkata : Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik, beliau mengambil kesimpulan bahwa golongan Rofidhoh (Syiah), yaitu orang-orang yang membenci para sahabat Nabi SAW, adalah Kafir.
Beliau berkata : “Karena mereka ini membenci para sahabat, maka dia adalah Kafir berdasarkan ayat ini”. Pendapat tersebut disepakati oleh sejumlah Ulama.
(Tafsir Ibin Katsir, 4-219)
Imam Al Qurthubi berkata : “Sesungguhnya ucapan Imam Malik itu benar dan penafsirannya juga benar, siapapun yang menghina seorang sahabat atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan seru sekalian alam dan membatalkan syariat kaum Muslimin”.
(Tafsir Al Qurthubi, 16-297).
IMAM AHMAD
الامام احمد ابن حمبل
:
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سألت ابا عبد الله عمن يشتم
أبا بكر وعمر وعائشة ؟ قال: ماأراه على الاسلام
.
( الخلال / السنة : ۲، ٥٥٧)
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, ia berkata : “Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar dan Aisyah? Jawabnya, saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam”.
( Al Khalal / As Sunnah, 2-557).
Beliau Al Khalal juga berkata : Abdul Malik bin Abdul Hamid menceritakan kepadaku, katanya: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata : “Barangsiapa mencela sahabat Nabi, maka kami khawatir dia keluar dari Islam, tanpa disadari”.
(Al Khalal / As Sunnah, 2-558).
Beliau Al Khalal juga berkata :
وقال الخلال: أخبرنا عبد الله بن احمد بن حمبل قال : سألت أبى عن رجل شتم رجلا
من اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم فقال : ما أراه على الاسلام
(الخلال / السنة : ۲،٥٥٧)
“ Abdullah bin Ahmad bin Hambal bercerita pada kami, katanya : “Saya bertanya kepada ayahku perihal seorang yang mencela salah seorang dari sahabat Nabi SAW. Maka beliau menjawab : “Saya berpendapat ia bukan orang Islam”.
(Al Khalal / As Sunnah, 2-558)
Dalam kitab AS SUNNAH karya IMAM AHMAD halaman 82, disebutkan mengenai pendapat beliau tentang golongan Rofidhoh (Syiah) :
“Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari sahabat Muhammad SAW dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya, kecuali hanya empat orang saja yang tidak mereka kafirkan, yaitu Ali, Ammar, Migdad dan Salman. Golongan Rofidhoh (Syiah) ini sama sekali bukan Islam.
AL BUKHORI
الامام البخارى
.
قال رحمه الله : ماأبالى صليت خلف الجهمى والرافضى
أم صليت خلف اليهود والنصارى
ولا يسلم عليه ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم
.
( خلق أفعال العباد :١٢٥)
Iman Bukhori berkata : “Bagi saya sama saja, apakah aku sholat dibelakang Imam yang beraliran JAHM atau Rofidhoh (Syiah) atau aku sholat di belakang Imam Yahudi atau Nasrani. Dan seorang Muslim tidak boleh memberi salam pada mereka, dan tidak boleh mengunjungi mereka ketika sakit juga tidak boleh kawin dengan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai saksi, begitu pula tidak makan hewan yang disembelih oleh mereka.
(Imam Bukhori / Kholgul Afail, halaman 125).
AL FARYABI
الفريابى :
روى الخلال قال : أخبرنى حرب بن اسماعيل الكرمانى
قال : حدثنا موسى بن هارون بن زياد قال: سمعت الفريابى ورجل يسأله عمن شتم أبابكر
قال: كافر، قال: فيصلى عليه، قال: لا. وسألته كيف يصنع به وهو يقول لا اله الا الله،
قال: لا تمسوه بأيديكم، ارفعوه بالخشب حتى تواروه فى حفرته.
(الخلال/السنة: ۲،٥٦٦)
Al Khalal meriwayatkan, katanya : “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail Al Karmani, katanya : “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami : “Saya mendengar Al Faryaabi dan seseorang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya : “Dia kafir”. Lalu ia berkata : “Apakah orang semacam itu boleh disholatkan jenazahnya ?”. Jawabnya : “Tidak”. Dan aku bertanya pula kepadanya : “Mengenai apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh?”. Jawabnya : “Janganlah kamu sentuh jenazahnya dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu turunkan ke liang lahatnya”.
(Al Khalal / As Sunnah, 6-566)
.
AHMAD BIN YUNUS
Beliau berkata : “Sekiranya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang dan seorang Rofidhi (Syiah) juga menyembelih seekor binatang, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi dan aku tidak mau makan sembelihan si Rofidhi (Syiah), sebab dia telah murtad dari Islam”.
(Ash Shariim Al Maslul, halaman 570).
ABU ZUR’AH AR ROZI
أبو زرعة الرازى.
اذا رأيت الرجل ينتقص أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم
فاعلم أنه زنديق، لأن مؤدى قوله الى ابطال القران والسنة.
( الكفاية : ٤٩)
Beliau berkata : “Bila anda melihat seorang merendahkan (mencela) salah seorang sahabat Rasulullah SAW, maka ketahuilah bahwa dia adalah ZINDIIG. Karena ucapannya itu berakibat membatalkan Al-Qur'an dan As Sunnah”.
(Al Kifayah, halaman 49).
ABDUL QODIR AL BAGHDADI
Beliau berkata : “Golongan Jarudiyah, Hisyamiyah, Jahmiyah dan Imamiyah adalah golongan yang mengikuti hawa nafsu yang telah mengkafirkan sahabat-sahabat terbaik Nabi, maka menurut kami mereka adalah kafir. Menurut kami mereka tidak boleh di sholatkan dan tidak sah berma’mum sholat di belakang mereka”.
(Al Fargu Bainal Firaq, halaman 357).
Beliau selanjutnya berkata : “Mengkafirkan mereka adalah suatu hal yang wajib, sebab mereka menyatakan Allah bersifat Al Bada’
IBNU HAZM
Beliau berkata : “Salah satu pendapat golongan Syiah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah, bahwa Al-Qur'an sesungguhnya sudah diubah”.
Kemudian beliau berkata : ”Orang yang berpendapat bahwa Al-Qur'an yang ada ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan mendustakan Rasulullah SAW”.
(Al Fashl, 5-40).
ABU HAMID AL GHOZALI
Imam Ghozali berkata : “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar Rodhialloh Anhuma, maka berarti ia telah menentang dan membinasakan Ijma kaum Muslimin. Padahal tentang diri mereka (para sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain”.
Kemudian kata beliau : “Bilamana riwayat yang begini banyak telah sampai kepadanya, namun ia tetap berkeyakinan bahwa para sahabat itu kafir, maka orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan Rasulullah. Sedangkan orang yang mendustakan satu kata saja dari ucapan beliau, maka menurut Ijma’ kaum Muslimin, orang tersebut adalah kafir”.
(Fadhoihul Batiniyyah, halaman 149).
AL QODHI IYADH
Beliau berkata : “Kita telah menetapkan kekafiran orang-orang Syiah yang telah berlebihan dalam keyakinan mereka, bahwa para Imam mereka lebih mulia dari pada para Nabi”.
Beliau juga berkata : “Kami juga mengkafirkan siapa saja yang mengingkari Al-Qur'an, walaupun hanya satu huruf atau menyatakan ada ayat-ayat yang diubah atau ditambah di dalamnya, sebagaimana golongan Batiniyah (Syiah) dan
Syiah Ismailiyah”.
(Ar Risalah, halaman 325).
AL FAKHRUR ROZI
Ar Rozi menyebutkan, bahwa sahabat-sahabatnya dari golongan Asyairoh mengkafirkan golongan Rofidhoh (Syiah) karena tiga alasan :
Pertama: Karena mengkafirkan para pemuka kaum Muslimin (para sahabat Nabi). Setiap orang yang mengkafirkan seorang Muslimin, maka dia yang kafir. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW, yang artinya : “Barangsiapa berkata kepada saudaranya, hai kafir, maka sesungguhnya salah seorang dari keduanya lebih patut sebagai orang kafir”.
Dengan demikian mereka (golongan Syiah) otomatis menjadi kafir.
Kedua: “Mereka telah mengkafirkan satu umat (kaum) yang telah ditegaskan oleh Rasulullah sebagai orang-orang terpuji dan memperoleh kehormatan (para sahabat Nabi)”.
Ketiga: Umat Islam telah Ijma’ menghukum kafir siapa saja yang mengkafirkan para tokoh dari kalangan sahabat.
(Nihaayatul Uguul, Al Warogoh, halaman 212).
IBNU TAIMIYAH
Beliau berkata : “Barangsiapa beranggapan bahwa Al-Qur'an telah dikurangi ayat-ayatnya atau ada yang disembunyikan, atau beranggapan bahwa Al-Qur'an mempunyai penafsiran-penafsiran batin, maka gugurlah amal-amal kebaikannya. Dan tidak ada perselisihan pendapat tentang kekafiran orang semacam ini”
Barangsiapa beranggapan para sahabat Nabi itu murtad setelah wafatnya Rasulullah, kecuali tidak lebih dari sepuluh orang, atau mayoritas dari mereka sebagai orang fasik, maka tidak diragukan lagi, bahwa orang semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan penegasan Al-Qur'an yang terdapat di dalam berbagai ayat mengenai keridhoan dan pujian Allah kepada mereka. Bahkan kekafiran orang semacam ini, adakah orang yang meragukannya? Sebab kekafiran orang semacam ini sudah jelas....
(Ash Sharim AL Maslul, halaman 586-587).
SYAH ABDUL AZIZ DAHLAWI
Sesudah mempelajari sampai tuntas mazhab Itsna Asyariyah dari sumber-sumber mereka yang terpercaya, beliau berkata : “Seseorang yang menyimak aqidah mereka yang busuk dan apa yang terkandung didalamnya, niscaya ia tahu bahwa mereka ini sama sekali tidak berhak sebagai orang Islam dan tampak jelaslah baginya kekafiran mereka”.
(Mukhtashor At Tuhfah Al Itsna Asyariyah, halaman 300).
MUHAMMAD BIN ALI ASY SYAUKANI
Perbuatan yang mereka (Syiah) lakukan mencakup empat dosa besar, masing-masing dari dosa besar ini merupakan kekafiran yang terang-terangan.
Pertama : Menentang Allah.
Kedua : Menentang Rasulullah.
Ketiga : Menentang Syariat Islam yang suci dan upaya mereka untuk melenyapkannya.
Keempat : Mengkafirkan para sahabat yang diridhoi oleh Allah, yang didalam Al-Qur'an telah dijelaskan sifat-sifatnya, bahwa mereka orang yang paling keras kepada golongan Kuffar, Allah SWT menjadikan golongan Kuffar sangat benci kepada mereka. Allah meridhoi mereka dan disamping telah menjadi ketetapan hukum didalam syariat Islam yang suci, bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah kafir, sebagaimana tersebut di dalam Bukhori, Muslim dan lain-lainnya.
(Asy Syaukani, Natsrul Jauhar Ala Hadiitsi Abi Dzar, Al Warogoh, hal 15-16)
PARA ULAMA SEBELAH TIMUR SUNGAI JAIHUN
Al Alusi (seorang penulis tafsir) berkata : “Sebagian besar ulama disebelah timur sungai ini menyatakan kekafiran golongan Itsna Asyariyah dan menetapkan halalnya darah mereka, harta mereka dan menjadikan wanita mereka menjadi budak, sebab mereka ini mencela sahabat Nabi SAW, terutama Abu Bakar dan Umar, yang menjadi telinga dan mata Rasulullah SAW, mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, menuduh Aisyah Ummul Mukminin berbuat zina, padahal Allah sendiri menyatakan kesuciannya, melebihkan Ali r.a. dari rasul-rasul Ulul Azmi. Sebagian mereka melebihkannya dari Rasulullah SAW dan mengingkari terpeliharanya Al-Qur'an dari kekurangan dan tambahan”.
(Nahjus Salaamah, halaman 29-30).
Demikian telah kami sampaikan fatwa-fatwa dari para Imam dan para Ulama yang dengan tegas mengkafirkan golongan Syiah yang telah mencaci maki dan mengkafirkan para sahabat serta menuduh Ummul mukminin Aisyah berbuat serong, dan berkeyakinan bahwa Al-Qur'an yang ada sekarang ini tidak orisinil lagi (Mukharrof). Serta mendudukkan imam-imam mereka lebih tinggi (Afdhol) dari para Rasul.
Semoga fatwa-fatwa tersebut dapat membantu pembaca dalam mengambil sikap tegas terhadap golongan Syiah.
“Yaa Allah tunjukkanlah pada kami bahwa yang benar itu benar dan jadikanlah kami sebagai pengikutnya, dan tunjukkanlah pada kami bahwa yang batil itu batil dan jadikanlah kami sebagai orang yang menjauhinya.”
Friday, June 27, 2008
Asma pacifies her Grand-Father
When Abu Bakar (Radhiallaho anho) emigrated to Madinah in the company of Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam), he took with him all his money, thinking that Rasulullah might need it. It was about 6,000 Dirhams. After his departure, his father Abu Qahafah (who was blind and who had not till then accepted Islam) came to express his sympathy with his grand daughters.
Asma (Radhiallaho anha) says:
"Our grandfather came to us and said, 'your father has shocked you with his migration to Madinah, and seems to have put you to further hardship by taking all his money with him.' I said, 'no grandfather, do not worry. He has left a lot of money for us.' I collected some pebbles and deposited them in the recess where my father used to keep his money; I covered it with a cloth. I then took my grand-father to the place and placed his hand over the cloth. He thought that the recess was really full of darhams. He remarked: 'It is good that he has left something for you to live on.' By Allah, my father had not left a single darham for us: I played this trick simply to pacify my grandfather."
Look at this brave Muslim girl. Strictly speaking, the girls needed more consolation than their grandfather. Judged by normal course of things, they should have complained of their destitution to their grandfather to win his sympathy, as there was nobody else in Makka to extend them any sympathy or help. But Allah had given such a frame of mind to Muslim men and women of those days that everything they did was really wonderful and worthy of emulation.
Abu bakr (Radhiallaho anho) was quite a well-to-do person in the beginning, but he always spent liberally in the path of Allah. At the time of Tabuk, he contributed all that he possessed. Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam) once said:
"Nobody's wealth has benefited me so much as that of Abu Bakr (Radhiallaho anho). I have compensated everybody for the good done to me, except Abu Bakr. He shall be compensated by Allah Himself."
Asma (Radhiallaho anha) says:
"Our grandfather came to us and said, 'your father has shocked you with his migration to Madinah, and seems to have put you to further hardship by taking all his money with him.' I said, 'no grandfather, do not worry. He has left a lot of money for us.' I collected some pebbles and deposited them in the recess where my father used to keep his money; I covered it with a cloth. I then took my grand-father to the place and placed his hand over the cloth. He thought that the recess was really full of darhams. He remarked: 'It is good that he has left something for you to live on.' By Allah, my father had not left a single darham for us: I played this trick simply to pacify my grandfather."
Look at this brave Muslim girl. Strictly speaking, the girls needed more consolation than their grandfather. Judged by normal course of things, they should have complained of their destitution to their grandfather to win his sympathy, as there was nobody else in Makka to extend them any sympathy or help. But Allah had given such a frame of mind to Muslim men and women of those days that everything they did was really wonderful and worthy of emulation.
Abu bakr (Radhiallaho anho) was quite a well-to-do person in the beginning, but he always spent liberally in the path of Allah. At the time of Tabuk, he contributed all that he possessed. Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam) once said:
"Nobody's wealth has benefited me so much as that of Abu Bakr (Radhiallaho anho). I have compensated everybody for the good done to me, except Abu Bakr. He shall be compensated by Allah Himself."
Safiyyah kills a Jew.
Safiyyah (Radhiallaho anha) was the aunt of the Prophet (Sallallaho alaihe wasallam) and a real sister of Hamzah (Radhiallaho anho). She took part in the battle of Uhud. When the Muslims were defeated and some of them began to flee from the battle, she would smite their faces with her spear and excite them to go back and fight.
In the war of the 'Khandaq' (Trench), Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam) had collected all the Muslim women in a fortress and had deputed Hassaan-bin-Thabit (Radhiallao anho) to look after them. The Jews, who were always on the look-out for such opportunities, for doing mischief, surrounded the place and sent one of them to find out if there were any men with the ladies. Safiyyah (Radhiallaho anha) happened to see the Jew approaching the fort. She said to Hassaan:
"There is a Jew coming to spy on us. You go out and kill him."
Hassaan (Radhiallaho anho) was a weak person. He did not make bold to do the job. Safiyyah (Radhiallaho anha)got hold of a tent peg and went outside the fortress and gave a blow on the head of the Jew that killed him on the spot. She came back and said to Hassaan:
"The man is dead. I have not removed the clothes and arms from his body for reasons of modesty. Now you go and remove everything from his body. Also bring his head after severing it from the body."
Hassaan (Radhiallaho anho) was too weak-hearted to do that even. She herself went again and brought his head, and threw it over the wall amidst the Jews. When they saw this, they said:
"We were wondering how Muhammad could keep the womenfolk alone in this fort. Surely, there are men inside to guard the ladies."
Safiyyah died in 20 A.H. at the age of seventy three. The war of the Trench was fought in 5 A.H. She was, therefore, 58 then. These days, a lady of that age is hardly able to do her domestic work. But look how Safiyyah (Radhiallaho anha) goes and kills a Jew all alone.
In the war of the 'Khandaq' (Trench), Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam) had collected all the Muslim women in a fortress and had deputed Hassaan-bin-Thabit (Radhiallao anho) to look after them. The Jews, who were always on the look-out for such opportunities, for doing mischief, surrounded the place and sent one of them to find out if there were any men with the ladies. Safiyyah (Radhiallaho anha) happened to see the Jew approaching the fort. She said to Hassaan:
"There is a Jew coming to spy on us. You go out and kill him."
Hassaan (Radhiallaho anho) was a weak person. He did not make bold to do the job. Safiyyah (Radhiallaho anha)got hold of a tent peg and went outside the fortress and gave a blow on the head of the Jew that killed him on the spot. She came back and said to Hassaan:
"The man is dead. I have not removed the clothes and arms from his body for reasons of modesty. Now you go and remove everything from his body. Also bring his head after severing it from the body."
Hassaan (Radhiallaho anho) was too weak-hearted to do that even. She herself went again and brought his head, and threw it over the wall amidst the Jews. When they saw this, they said:
"We were wondering how Muhammad could keep the womenfolk alone in this fort. Surely, there are men inside to guard the ladies."
Safiyyah died in 20 A.H. at the age of seventy three. The war of the Trench was fought in 5 A.H. She was, therefore, 58 then. These days, a lady of that age is hardly able to do her domestic work. But look how Safiyyah (Radhiallaho anha) goes and kills a Jew all alone.
Khansa exhorts her Sons to Bravery
Khansa (Radhiallaho anha)was a famous poetess. She embraced Islam in Madinah, along with some others of her clan. Ibn-Athir writes:
"All masters of literature are unanimous in declaring Khansa as the best woman poet in Arabic. No woman in history has ever written such poetry as Khansa."
During the time of 'Umar in 16 A.H, the famous battle of Qadsiah was fought between the Muslims and the Persians. Khansa (Radhiallaho anha), along with her four sons, took part in this battle. On the eve of the battle, she exhorted all her four sons, saying:
"O, My sons! You embraced Islam and emigrated of your own free will. By Allah, besides Whom there is no God, you all are the sons of the same father, just as you are the sons of the same mother. I never betrayed your father, nor defamed your maternal uncle. I never allowed a blot to come on your high birth nor polluted your pedigree. You know what rewards Allah has promised for those who fight against the disbelievers in His path. You must remember that the everlasting life of the Hereafter is far better than the transitory life of this world. Allah has said in His Holy Book:
"O, Ye who believe! Endure, outdo all others in endurance, be ready and observe your duty to Allah, in order that ye may succeed. (III:200)"
"When you get up tomorrow morning, be prepared to contribute your best in the battle. Go ahead into the enemy lines, seeking help from Allah. When you see the flames of war rising high, get right into the centre and face the enemy chiefs. Inshaallah you will get your abode in Paradise with honour and success."
Next day, when the battle was in full swing, all the four sons advanced towards the enemy lines. One by one, they attacked the enemy, reciting the words of their mother in verses and fought till all of them were martyred. When the mother got the news, she said:
"Alhamdulillah. Glory to Allah Who has honoured me with their martyrdom. I hope that Allah will unite me with them under the shade of His Mercy."
Here is a mother of that time. She exhorts her sons to jump into the flames of battle and, when all the sons are killed in quick succession, she glorifies Allah and thanks Him.
"All masters of literature are unanimous in declaring Khansa as the best woman poet in Arabic. No woman in history has ever written such poetry as Khansa."
During the time of 'Umar in 16 A.H, the famous battle of Qadsiah was fought between the Muslims and the Persians. Khansa (Radhiallaho anha), along with her four sons, took part in this battle. On the eve of the battle, she exhorted all her four sons, saying:
"O, My sons! You embraced Islam and emigrated of your own free will. By Allah, besides Whom there is no God, you all are the sons of the same father, just as you are the sons of the same mother. I never betrayed your father, nor defamed your maternal uncle. I never allowed a blot to come on your high birth nor polluted your pedigree. You know what rewards Allah has promised for those who fight against the disbelievers in His path. You must remember that the everlasting life of the Hereafter is far better than the transitory life of this world. Allah has said in His Holy Book:
"O, Ye who believe! Endure, outdo all others in endurance, be ready and observe your duty to Allah, in order that ye may succeed. (III:200)"
"When you get up tomorrow morning, be prepared to contribute your best in the battle. Go ahead into the enemy lines, seeking help from Allah. When you see the flames of war rising high, get right into the centre and face the enemy chiefs. Inshaallah you will get your abode in Paradise with honour and success."
Next day, when the battle was in full swing, all the four sons advanced towards the enemy lines. One by one, they attacked the enemy, reciting the words of their mother in verses and fought till all of them were martyred. When the mother got the news, she said:
"Alhamdulillah. Glory to Allah Who has honoured me with their martyrdom. I hope that Allah will unite me with them under the shade of His Mercy."
Here is a mother of that time. She exhorts her sons to jump into the flames of battle and, when all the sons are killed in quick succession, she glorifies Allah and thanks Him.
'Umar's wife acts as a Midwife
Amir-ul-Mominin 'Umar (Radhiallaho anho, during the time of his Khilafat, used to patrol the streets and suburbs of Madinah himself during the night to keep a watch. During one of his night-patrols, he noticed a camel-hair tent pitched in an open space. He had never seen this particular tent before. Approaching the tent, he found an individual sitting outside, and heard a sort of groan coming out of the tent. 'Umar (Radhiallaho anho) greeted the stranger with 'Assalam-o-alaikum' and sat down beside him.
'Umar : "Whence brother?"
The person : "I am from the desert, and a stranger to this place. I have come to
request Amir-ul-Mo'minin for some help in my need."
'Umar : "Who is there groaning like this inside the tent?"
The person : "Please mind your own business."
'Umar : "Do tell me please. May be that I can help you."
The person : "If you must know, inside there is my wife groaning with labour pains."
'Umar : "Is there anybody else to attend her?"
The person : "No one."
'Umar (Radhiallaho anho), thereupon, got up and hurried homewards. He broached the subject to his wife Umme-Kulsum (Radhiallaho anha)thus:
"Allah has brought you an opportunity to receive great blessings."
Wife : "What is it, O, Amir-ul-Mo'minin?"
'Umar : "Yonder, a poor woman of the desert is in childbirth, with none to attend
her."
Wife : "I am ready to attend her, if it may please you so."
Umme-Kulsum (Radhiallaho anha)was after all the daughter of Fatimah (Radhiallaho anha), and grand-daughter of Rasulullah ; how could she hesitate at the time of such need of a forlorn sister, such a service and a devotion which Allah loves best?
'Umar : "Then you should make all due haste. Also take a pan, some butter, provisions
and other things needed during the child birth."
Umme-Kulsum (Radhiallaho anha) did as she was bidden and left for the place where the tent was pitched. 'Umar followed her close. She entered the tent, while 'Umar made a fire and occupied himself with cooking something which those people could eat. After some time, Umme-Kulsum (Radhiallaho anha) called out from inside the tent,
"Amir-ul=Mo'minin, congratulate your friend on the birth of a son."
The person was much embarrased when he heard the address of 'Amir-ul-Mo'minin' and realized the position of the person who had been serving him. But 'Umar (Radhiallaho anho)put all his fears to rest, saying:
"That is alright, there is nothing to worry about."
He then placed the pan near the tent, asking his wife to take it and feed the woman. She fed her and returned the pan. Then 'Umar (Radhiallaho anho) asked the beduin to partake of the food, as he had kept awake the whole night.
Having rendered this service, 'Umar (Radhiallaho anho) returned home with his wife, telling the person "Come to me tomorrow, and I shall see what I can do for you."
Is there any king, nay a petty chief, or even an ordinary middle-class person of our time, who will thus take his wife out of dead of night, and out in the wilderness, to attend a poor strange woman, while he himself gladly engages in making fire and cooking food. Leave the worldly rich aside, how many of the religious people would do that? We should realize that unless we really follow in the footsteps of those God-fearing people whom we profess to look up to as our models, we cannot deserve and wish for the special blessings that Allah bestowed on them.
'Umar : "Whence brother?"
The person : "I am from the desert, and a stranger to this place. I have come to
request Amir-ul-Mo'minin for some help in my need."
'Umar : "Who is there groaning like this inside the tent?"
The person : "Please mind your own business."
'Umar : "Do tell me please. May be that I can help you."
The person : "If you must know, inside there is my wife groaning with labour pains."
'Umar : "Is there anybody else to attend her?"
The person : "No one."
'Umar (Radhiallaho anho), thereupon, got up and hurried homewards. He broached the subject to his wife Umme-Kulsum (Radhiallaho anha)thus:
"Allah has brought you an opportunity to receive great blessings."
Wife : "What is it, O, Amir-ul-Mo'minin?"
'Umar : "Yonder, a poor woman of the desert is in childbirth, with none to attend
her."
Wife : "I am ready to attend her, if it may please you so."
Umme-Kulsum (Radhiallaho anha)was after all the daughter of Fatimah (Radhiallaho anha), and grand-daughter of Rasulullah ; how could she hesitate at the time of such need of a forlorn sister, such a service and a devotion which Allah loves best?
'Umar : "Then you should make all due haste. Also take a pan, some butter, provisions
and other things needed during the child birth."
Umme-Kulsum (Radhiallaho anha) did as she was bidden and left for the place where the tent was pitched. 'Umar followed her close. She entered the tent, while 'Umar made a fire and occupied himself with cooking something which those people could eat. After some time, Umme-Kulsum (Radhiallaho anha) called out from inside the tent,
"Amir-ul=Mo'minin, congratulate your friend on the birth of a son."
The person was much embarrased when he heard the address of 'Amir-ul-Mo'minin' and realized the position of the person who had been serving him. But 'Umar (Radhiallaho anho)put all his fears to rest, saying:
"That is alright, there is nothing to worry about."
He then placed the pan near the tent, asking his wife to take it and feed the woman. She fed her and returned the pan. Then 'Umar (Radhiallaho anho) asked the beduin to partake of the food, as he had kept awake the whole night.
Having rendered this service, 'Umar (Radhiallaho anho) returned home with his wife, telling the person "Come to me tomorrow, and I shall see what I can do for you."
Is there any king, nay a petty chief, or even an ordinary middle-class person of our time, who will thus take his wife out of dead of night, and out in the wilderness, to attend a poor strange woman, while he himself gladly engages in making fire and cooking food. Leave the worldly rich aside, how many of the religious people would do that? We should realize that unless we really follow in the footsteps of those God-fearing people whom we profess to look up to as our models, we cannot deserve and wish for the special blessings that Allah bestowed on them.
Wednesday, June 25, 2008
Asma's interview with Rasulullah regarding the Reward for Women
Asma (Radhiallaho anha) bint Yazid Ansari came to the Prophet (Sallallaho alaihe wasallam) and said:
Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam), addressing the Sahabah sitting around him said: "Did you ever hear a woman asking a better questions?"
Sahabah replied: "O, Prophet of Allah! We never thought that a woman could ever put such a question."
Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam) addressing Asma said:
"Listen attentively, and then go and tell the ladies who have sent you that when a woman seeks the pleasure of her husband and carries out her domestic functions to his satisfaction, she gets the same reward as the men get for all their services to Allah."
Asma' (Radhiallaho anha) returned very happily after getting this reply to her question.
Obedience to and good behaviour towards husbands is a very great asset for the women, provided they know its value.
Sahabah once said to Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam):
He then said,
"By Him Who has my life in His hand, a woman cannot do what she owes to Allah until she has done what she owes to her husband."
It is reported in a Hadith that once a camel bowed in prostration before Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam). The Sahabah on seeing this, said:
"When this animal prostrates before you, why should we not have this honour too?"
He replied:
"Never. If i could make somebody prostrate before anybody besides Allah, I would ask the wives to prostrate before their husbands."
The following is reported to have been said by the Prophet (Sallallaho alaihe wasallam) in this connection:
"O, Prophet of Allah! You are dearer to me than my parents. The Muslim women have deputed me as their representative to talk to you on their behalf. Verily you are the Prophet of Allah for both men and women. We stay for most part of our time within the four walls of our houses. We remain pinned to our duties of fulfilling the sexual desires of men, bearing children for them and looking after their homes. Notwithstanding all this, men excel us in getting rewards for things which we are unable to do. They go and say their daily Salaat and weekly Jum'ah in the Masjid, visit the sick, attend the funerals, perform Hajj after Hajj and, above all, fight in the way of Allah. When they go for Hajj or Jehad, we look after their property, bring up their children and weave cloth for them. Do not we share their rewards with them?"
Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam), addressing the Sahabah sitting around him said: "Did you ever hear a woman asking a better questions?"
Sahabah replied: "O, Prophet of Allah! We never thought that a woman could ever put such a question."
Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam) addressing Asma said:
"Listen attentively, and then go and tell the ladies who have sent you that when a woman seeks the pleasure of her husband and carries out her domestic functions to his satisfaction, she gets the same reward as the men get for all their services to Allah."
Asma' (Radhiallaho anha) returned very happily after getting this reply to her question.
Obedience to and good behaviour towards husbands is a very great asset for the women, provided they know its value.
Sahabah once said to Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam):
"In foreign countries, people prostrate before their kings and chiefs. You deserve such
reverence much more."
He said, "No. If it were permissible to prostrate before anybody besides Allah, I would have asked the women to prostrate before their husbands."
reverence much more."
He said, "No. If it were permissible to prostrate before anybody besides Allah, I would have asked the women to prostrate before their husbands."
He then said,
"By Him Who has my life in His hand, a woman cannot do what she owes to Allah until she has done what she owes to her husband."
It is reported in a Hadith that once a camel bowed in prostration before Rasulullah (Sallallaho alaihe wasallam). The Sahabah on seeing this, said:
"When this animal prostrates before you, why should we not have this honour too?"
He replied:
"Never. If i could make somebody prostrate before anybody besides Allah, I would ask the wives to prostrate before their husbands."
The following is reported to have been said by the Prophet (Sallallaho alaihe wasallam) in this connection:
- "A woman whose husband is pleased with her at the time of her death goes straight into Paradise."
- "A woman is cursed by the angels if her husband is displeased with her, and she stays away from him in anger for the night."
- "The Salaat of two persons hardly rises beyond their heads in its flight to heaven. These two persons are, 'A run-away slave' and 'a disobedient wife' ."
Subscribe to:
Posts (Atom)